Jumat, 09 Desember 2011

Perubahan Itu Nyata

Perubahan Itu Nyata


Seperti terbangun dari mimpi buruk,ketika kita hanya bisa terkejut dan tercengang melihat bumi semakin “menggila” dengan segala amarahnya. Seiring waktu yang terus membutakan kita dengan segala aktivitas tak terkontrol dalam eksploitasi bumi dan isinya secara gradual dan radikal. Sejak beberapa dekade yang lalu, telah dirasakan bentuk-bentuk perubahan yang membumi. Tanda apakah ini ???
Anomali iklim yang serta merta terjadi di seluruh bagian dunia menjadi sorotan hangat di semua kalangan. Histerianya disusul dengan bentuk degradasi spasial terhadap kualitas fisik dan material bumi. Kondisi bumi semakin rentan terhadap kerusakan-kerusakan akibat ulah manusia. Beberapa di antaranya memang kurang terasa sementara sisanya begitu nyata dihadapan kita. Katakanlah seperti bencana banjir dan kekeringan yang selalu menyapa dalam setiap pergantian musim yang tak teratur. Seperti sudah ditakdirkan dari awal, kerusakan bumi pasti tak bisa dihindari.
Bagi sebagian orang, isu perubahan iklim mungkin masih begitu abstrak karena dampaknya hanya terlihat nyata di lingkungan yang terasing dan non kualitatif. Namun bagi negara-negara besar yang notabene sebagai pengguna energi bumi, baik yang berasal dari dalam maupun sumber daya hayati secara eksploitatif, tentunya akan menyadari bagaimana iklim itu menunjukkan perubahannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli biologi Camille Parmesan dalam penelitiannya tentang efek perubahan iklim terhadap kehidupan liar di seluruh dunia, bahwa dampak perubahan iklim sudah terasa di setiap benua dan samudra. Tidak ada kawasan yang kebal terhadap perubahan tersebut, bahkan di sejumlah wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim mengalami penurunan serta kepunahan sejumlah spesies.
Ada banyak pertanda yang dapat kita cermati dari dampak perubahan iklim ini. Perluasan dan tingginya permukaan air laut sebagai contoh adanya dampak pemanasan global. Dewasa ini dampak global warming semakin terasa oleh efek rumah kaca yang ditimbulkan. Lebih lanjut,bentuk pemanasan ini menjadikan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Emisi CO2 yang melimpah dari gas buang industri, transportasi, maupun bahan bakar fosil menjadi ancaman nyata dengan kontribusinya terhadap dampak pemanasan global ini. Efek rumah kaca membuat panas terakumulasi di bumi dengan sedikit yang bisa terbuang ke atmosfer. Selain itu, deforestasi lahan hutan turut memicu dampak pemanasan global. Potensi hutan sebagai paru-paru dunia semakin berkurang seiring jumlahnya yang terus menipis. Kemampuan hutan menyerap CO2 berlebih dan menetralisir udara oleh produksi O2 tak sehebat dulu lagi. Deforestasi lahan hutan membuat perubahan pada siklus iklim, curah hujan, dan siklus air. Hutan memiliki arti penting dalam menjaga kestabilan lingkungan.
Apa lagi yang kita tunggu? Dampak perubahan iklim dan efek global warming ini sudah begitu nyata dan positif berdampak buruk terhadap kehidupan di dunia. Para pakar iklim telah banyak berpendapat tentang kondisi bumi untuk 1-2 dekade ke depan. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah lembaga peneliti iklim dari asosiasi pakar ilmu bumi terkemuka pernah memprediksikan kenaikan permukaan air laut sebanyak 18-58 cm di tahun 2100, bahkan bisa mencapai 90 cm atau lebih. Tentu bisa kita bayangkan apa yang terjadi nantinya jika prediksi itu benar terbukti. Samudra Antartika merupakan contoh nyata pemanasan global yang melaju cepat menyusut dan menipiskan bantalan es sejak awal 1990-an. Contoh lain tentunya adalah kondisi kutub yang terus meleleh dan memperluas wilayah lautan.
Masalah perubahan iklim dan global warming ini sudah perlu mendapatkan penanganan yang serius dari semua pihak. Ini bukan lagi sekedar persoalan para peneliti atau lembaga terkait, tapi ini adalah tangung jawab kita bersama. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi tentunya akan dimintai pertanggung jawaban atas hasil perbuatannya. Budaya kuldesak yang merajalela, meniadakan lahan hutan atau bentuk lingkungan alami menjadi lahan-lahan pemukiman, industri, serta bentuk infrastruktur lainnya harus dibatasi secara hukum. Sebut saja daerah Kalimantan yang hutannya semakin menyusut akibat pembukaan lahan hutan sebagai sarana transportasi dan sejumlah penambangan serta perkebunan. Dapat dilihat dampak deforestasi yang meluas tanpa dibarengi usaha reklamasi lahan secara tepat dan cepat. Tak ayal jikalau sering kita dapati berbagai bentuk bencana alam yang kerap menimpa wilayah nusantara ini. Dari kondisi iklim musiman yang kita miliki, wilayah nusantara rentan terhadap banjir kala musim penghujan dan kekeringan kala musim kemarau.
Lantas apa yang bisa kita perbuat? Banyak hal bisa kita lakukan untuk sedikitnya mengurangi dampak global warming. Pengurangan emisi gas CO2 dari bahan bakar fosil bisa sedikit direduksi dengan penanaman pohon-pohon penghijaun ataupun bentuk peremajaan hutan. Selain itu penggunaan energi alam lain yang lebih ramah lingkungan sebagai alternatif bahan bakar fosil juga bisa mengurangi emisi karbon, apalagi dibarengi dengan penghematan energi yang efisien. Membudayakan hidup sehat dengan banyak berolahraga dan membatasi penggunaan transpotasi pribadi sebagai satu bentuk aksi nyata yang positif. Mengurangi konsumsi daging yang meningkatkan panas tubuh serta meminimalisir konsumsi plastik dan menggantinya dengan bahan lain semacam kertas. Plastik merupakan bahan yang sukar terdekomposisi dalam tanah, sehingga bisa mencemari tanah dan mengurangi kandungan mineralnya. Akan lebih baik jika kita juga memanfaatkan barang bekas untuk dirubah menjadi barang kerajinan yang lebih bernilai.
Pada umumnya dampak perubahan iklim akan bisa ditekan dengan kesadaran masyarakat untuk menghijaukan kembali bumi,maupun membudayakan hidup bersih dan sehat. Aktivitas alam sebenarnya berjalan menurut banyak faktor, dan itu cenderung mempengaruhi kestabilannya dalam berproses. Namun manusia dengan segala aktivitasnya cenderung over hingga mendesak peran alami lingkungan dalam memperbaiki sistemnya secara terkontrol. Kebebasan mengeksplorasi alam tanpa batasan tertentu memberikan dampak yang besar dari kelangsungan bumi itu sendiri. Para pakar boleh memprediksi dan berargumen tentang masa depan bumi beserta contoh-contoh nyata kerusakannya, tapi di luar itu ada banyak faktor-faktor tak terduga yang bisa membangkitkan “amarah” bumi lebih dari yang diperkirakan sebelumnya. Manusia boleh berkehendak, tapi tentunya ALLAH SWT yang lebih berkuasa untuk menentukan nasib bumi dan manusia ini. Lantas siapkah kita???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar